1. PENDAHULUAN
Kemantapan
lereng di tambang terbuka seringnya dievaluasi dengan metoda keseimbangan
batas. Ada empat parameter yang perlu diperhatikan dalam perancangan kemantapan
lereng di tambang terbuka, yaitu rencana penambangan, kondisi struktur geologi,
sifat-sifat fisik dan mekanik material pembentuk lereng dan tekanan air tanah.
Dari ke-empat parameter tersebut, struktur geologi merupakan parameter yang
paling dominan dalam mengontrol kemantapan lereng batuan baik dari bentuk
maupun arah longsoran lereng.
Dengan
menggunakan metoda keseimbangan batas, kemantapan lereng dapat dievaluasi
dengan metoda analitik dan empirik. Walaupun metoda analitik sudah banyak diterima oleh kalangan akademik
dan praktisi, metoda ini masih mempunyai suatu kekurangan, karena analitik
biasanya menggunakan beberapa asumsi seperti;
• massa batuan
dianggap homogen,
• isotropik
• elastik
• brittle
• patahan
dianggap sebagai bidang geser ideal
• beban
yang bekerja hanya beban gravitasi, setelah material runtuh segmen bidang
longsor dianggap sebagai kekar baru.
Maka
jelas disini bahwa metoda analitik tidak memperhatikan parameter massa batuan
yang sebetulnya berubah secara vertika dan horizontal. Dalam upaya
memperhitungkan faktor-faktor tersebut dan pengaruh peledakan saat penggalian
massa batuan, klasifikasi massa batuan yang sudah banyak dipakai dalam
peracangan kestabilan lubang bukaan bawah juga sudah mulai diadopsi pada
perancangan kemantapan lereng baik untuk pekerjaan sipil maupun tambang.
Klasifikasi
massa batuan yang terdiri dari beberapa parameter sangat cocok untuk mewakili
karakteristik massa batuan, khususnya sifat-sifat bidang lemah atau kekar dan
derajat pelapukan massa batuan. Atas dasar ini sudah banyak usulan atau
modifikasi klasifikasi massa batuan yang dapat digunakan untuk merancang
kemantapan lereng. Pada umumnya klasifikasi tersebut mencoba menghubungkan
parameter sudut kemantapan lereng dengan bobot klasifikasi massa batuan untuk
berbagai tinggi lereng. Romana (1985 & 1991) menekankan deskripsi detil
dari kekar untuk melihat potensi kelongsorannya dan pengaruh cara penggalian
terhadap kemantapan lereng.
Pembuatan
klasifikasi massa batuan untuk kemantapan lereng didasarkan atas studi kasus di
Afrika Selatan, Selandia Baru, Antartika, Scotlandia dan Spanyol dan hanya
beberapa saja yang melibatkan data dari Australia.
2. KARAKTERISTIK UMUM KLASIFIKASI MASSA BATUAN
Pada dasarnya pembuatan klasifikasi
massa batuan bertujuan;
• Mengidentifikasi
parameter-parameter penting yang mempengaruhi perilaku massa batuan.
• Membagi
formasi massa batuan kedalam grup yang mempunyai perilaku sama menjadi kelas
massa batuan.
• Memberikan
dasar-dasar untuk pengertian karakteristik dari setiap kelas massa batuan.
• Menghubungkan
pengalaman dari kondisi massa batuan di satu lokasi dengan lokasi lainnya.
• Mengambil
data kuantitatif dan pedoman untuk rancangan rekayasa (engineering)
• Memberikan
dasar umum untuk kemudahan komunikasi diantara para insinyur dan geologiwan.
Agar
dapat dipergunakan dengan baik dan cepat maka klasifikasi massa batuan harus
mempunyai beberapa sifat seperti berikut;
• Sederhana, mudah
diingat dan dimengerti.
• Sifat-sifat
massa batuan yang penting harus disertakan
• Parameter
dapat diukur dengan mudah dan murah
• Pembobotan
dilakukan secara relatif
• Menyediakan
data-data kuantitatif
Dengan
menggunakan klasifikasi massa batuan akan diperoleh paling tidak tiga
keuntungan bagi perancangan kemantapan lereng yaitu;
• Meningkatkan
kualitas hasil penyelidikan lapangan dengan data masukan minimum sebagai
parameter klasifikasi.
• Memberikan
informasi/data kuantitatif untuk tujuan rancangan
• Penilaian
rekayasa dapat lebih baik dan komunikasi lebih efektif pada suatu prooyek.
Beberapa
klasifikasi massa batuan yang banyak dipakai atau modifikasi untuk kepentingan
kemantapan lereng antara lain;
• Rock Mass Rating
(RMR, Bieniawski, 1973 & 1989)
• Rock
Mass Strength (RMS, Selby, 1980)
• Slope
Mass Rating (SMR, Romana, 1985 & 1991)
3. Rock Mass Rating -
Bieniawski
Rock
Mass Rating (RMR) disebut juga Geomechanics Classification dibuat oleh
Bieniawski (1973). Klasifikasi ini sudah dimodifikasi beberapa kali sesuai
dengan adanya data baru agar dapat digunakan untuk berbagai kepentingan dan
sesuai dengan standard Internasional. RMR terdiri dari enam parameter untuk
mengklasifikasi massa batuan (lihat Tabel 1) yaitu, UCS, RQD, jarak kekar
(discontinuity), kondisi kekar, kondisi air tanah dan orientasi kekar
Tabel
1 Rock Mass Rating (Bieniawski, 1989)
A. Parameter klasifikasi dan bobot
Parameter
|
|
Selang pembobotan
|
|
||||||
1
|
Kuat tekan
|
PLI (MPa)
|
> 10
|
4 - 10
|
2 - 4
|
1 - 2
|
Gunakan nilai UCS
|
||
|
batuan utuh
|
UCS (MPa)
|
> 250
|
100 - 250
|
50 - 100
|
25 - 50
|
5-25
|
1-5
|
<1
|
|
Bobot
|
15
|
12
|
7
|
4
|
2
|
1
|
0
|
|
2
|
RQD (%)
|
90 - 100
|
75 - 90
|
50 - 75
|
25 - 50
|
< 25
|
|||
|
Bobot
|
20
|
17
|
13
|
8
|
3
|
|||
3
|
Jarak kekar
|
> 2 m
|
0.6-2 m
|
0.2-0.6 m
|
0.06-0.2 m
|
< 0.06 m
|
|||
|
Bobot
|
20
|
15
|
10
|
8
|
5
|
|||
4
|
Kondisi kekar
|
muka sgt kasar, tak menerus, tak terpisah, dinding tak
lapuk
|
muka agak kasar pemisahan< 1 mm, dinding agak lapuk
|
muka agak kasar pemisahan< 1 mm, dinding sangat lapuk
|
muka slikensided gouge < 5 mm, pemisahan 1-5 mm,
menerus
|
gouge lunak > 5 mm pemisahan > 5 mm, menerus
|
|||
|
Bobot
|
30
|
25
|
20
|
10
|
0
|
|||
|
|
Aliran per 10 m panjang singkapan (Lt/men)
|
kosong
|
< 10
|
10 - 25
|
25 - 125
|
> 125
|
||
5
|
Air tanah
|
Tekanan air/tegangan utama major
|
0
|
< 0.1
|
0.1 - 0.2
|
0.2 - 0.5
|
> 0.5
|
||
|
|
Kondisi umum
|
Kering
|
Lembab
|
Basah
|
Netes
|
Mengalir
|
||
|
Bobot
|
15
|
10
|
7
|
4
|
0
|
B.
Penyesuaian bobot untuk orientasi kekar
Strike & dip
|
Sangat menguntungkan
|
Menguntung-kan
|
Sedang
|
Tak menguntungkan
|
Sangat tak menguntungkan
|
|
|
Tunnel
|
0
|
- 2
|
- 5
|
- 10
|
- 12
|
Bobot
|
Fon-dasi
|
0
|
- 2
|
- 7
|
- 15
|
- 25
|
|
Le-reng
|
0
|
- 5
|
- 25
|
- 50
|
- 60
|
C.
Kelas massa batuan menurut bobot total
Bobot
|
100 - 81
|
80 - 61
|
60 - 41
|
40 - 21
|
< 20
|
No. Kelas.
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
Deskripsi
|
Batu
sangat baik
|
Batu
baik
|
Batu
sedang
|
Batu buruk
|
Batu
sangat buruk
|
D.
Arti kelas massa batuan
No. Kelas
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
Stand up time rata-rata & span
|
20 th, 15 m
|
1 th, 10 m
|
1 minggu, 5 m
|
10 jam, 2.5 m
|
30 menit, 1 m span
|
Kohesi massa batuan (kPa)
|
> 400
|
300 - 400
|
200 - 300
|
100 - 200
|
< 100
|
Sudut gesek dalam massa batuan
|
> 450
|
35 0- 450
|
25 0- 350
|
150 - 250
|
< 15
|
Parameter-parameter
ini selanjutnya disatukan menjadi lima grup, dan karena beberapa parameter
tidak mempunyai kepentingan yang sama terhadap bobot total dari RMR, maka
pembobotan untuk setiap parameter berbeda. Bobot tinggi menunjukkan kualitas
massa batuan yang lebih baik.
Karena
isian kekar bisa terdiri dari kuarsa, lempung, karbonat, kaolin, khlorit atau
sedimen dan kekasarannya juga berbeda maka evaluasi kondisi kekar harus
mengikuti standard yang sudah ada, yang diberikan oleh ISRM (1981) seperti
ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar
1 Tipikal profil kekasaran kekar dan
rekomendasi penamaannya (ISRM, 1981). Panjang profil antara 1 hingga 10 m;
skala vertikal dan horizontal samas
Kondisi
air tanah yang ditemukan pada survey kekar harus diidentifikasi sesuai dengan
penjelasan pada Tabel 1 yaitu, kering (completely dry), lembab (damp), basah
(wet), menetes (dripping) dan mengalir (flowing). Pengaruh orientasi kekar
terhadap arah penggalian dievaluasi dengan cara mencari arahan umum kekar pada
proyeksi stereonet dan pembobotannya disesuaikan dengan penjelasan pada Tabel
1.
4. KLASIFIKASI MASSA BATUAN UNTUK KEMANTAPAN
LERENG
Agar
mendapatkan persamaan pendapat mengenai parameter-parameter yang sering
digunakan untuk persoalan kemantapan lereng Gambar 2 memperlihatkan bagian dari
parameter tersebut.
Gambar
2 Parameter lereng
Steffen
(1976) menggunakan nilai rata-rata kohesi dan sudut gesek dalam yang diberikan
dari RMR untuk mengevaluasi kemantapan dari 35 lereng yang diduga mengikuti
longsoran busur. Menurut hasil penelitiannya ternyata bahwa lereng yang
mempunyai Faktor Keamanan (FK) hingga 1.2 longsor, sedangkan lereng yang
mempunyai nilai FK 0.7, yang dihasilkan dari perhitungan metoda keseimbangan
batas, tetap mantap (lihat Gambar 3). Jelas disini bahwa metoda statistik
diperlukan untuk menduga kemantapan suatu lereng saat menggunakan cara
klasifikasi massa batuan sebagai masukan data.
Bieniawski
pada saat membuat RMR tidak bermaksud untuk digunakan pada evaluasi kemantapan
lereng. Alasannya mungkin karena tingginya bobot pengatur orientasi kekar,
yaitu bervariasi dari 60 hingga 100.
Gambar
3 Distribusi frekuensi kemantapan lereng longsoran busur
menurut grafik Hoek (Steffen, 1976).
Untuk
menggunakan RMR penentuan bobot pengatur orientasi kekar memerlukan pengertian
sifat-sifat kekar yang ada pada massa batuan dimena lereng dibentuk. Maka dalam
menggunakan klasifikasi massa batuan untuk evaluasi kemantapan lereng harus
memperhatikan berbagai model longsoran yang tentunya diatur oleh karakteristik
kekar. Dasar kelongsoran lereng akibat kekar dapat dijelaskan sebagai (lihat
Gambar 4);
a. Longsorang
busur (tipikal longsoran tanah) : kekar menerus sepanjang sebagian lereng
menyebabkan longsoran geser permukaan, massa batuan sangat terkekarkan atau
tanah
b. Longsoran
bidang : kemiringan bidang kekar rata-rata hampir atau searah dengan kemiringan
lereng, fenomena ini tak berlaku untuk massa batuan skistos
c. Longsoran
baji : garis perpotongan dua bidang kekar mempunyai kemiringan ke arah
kemiringan lereng (lihat Gambar 5)
d. Longsoran
topling : massa batuan terdiri dari kekar-kekar kolum agak tegak dan bila
terjadi pada massa batuan kuat, rekahan tarik akan melendut terus dan miring ke
arah kemiringan lereng
Gambar
4 Tipe-tipe utama longsoran pada
massa batuan menurut kriteria geologi struktur
dan stereonet (Hoek & Bray, 1981).
Garis putus-putus dari lingkaran utama mewakili bidang kekar
rata-rata yang tersingkap pada muka lereng; garis menerus lingkaran utama mewakili bidang muka lereng.
Maka
untuk menyertakan bobot pengatur orientasi kekar Romana (1980) memodifikasi RMR
yang disebut Slope Mass Rating (SMR). Berdasarkan pengamatan Romana pada 28
lereng dengan berbagai derajat potensi kelongsoran, ditemukan bahwa 6 lereng
longsor. SMR pada dasarnya tidak memperhatikan kelongsoran tanah dan longsoran
baji secara langsung, dan didefiniskan sebagai,
SMR = RMR - (F1 x F2
x F3) + F4
Nilai RMR diperoleh dari perhitungan
bobot menurut klasifikasi RMR dan pengertian serta besarnya bobot F1, F2, F3
dan F4 diberikan berikut ini pada Tabel
2.
Gambar
5 Kriteria longsoran baji (Hoek &
Bray, 1981)
1. Longsoran
sepanjang perpotongan bidang A dan B bisa terjadi bila kemiringan garis potong
ini lebih kecil daripada dip muka lereng, yang diukur sesuai dengan arah
longsoran, yf >yi
2. Longsoran
diasumsikan terjadi bila kemiringan garis perpotongan melebihi sudut gesek
dalam, yf > yi > f
F1 tergantung pada paralelisme antara
kekar dan kemiringan muka lereng (strike)
F2 berhubungan dengan sudut dip kekar
pada longsoran bidang
F3 menunjukkan hubungan antara
kemiringan lereng dan kemiringan kekar
F4 tergantung pada kondisi apakah
lereng alamiah, digali dengan peledakan presplit, peledakan smooth, penggalian
mekanis atau peledakan buruk
Tabel
2 Bobot pengatur untuk kekar, F1, F2
dan F3 (Romana, 1980)
Kasus
|
Kriteria faktor koreksi
|
Sangat me-nguntungkan
|
Menguntung-kan
|
Sedang
|
Tak mengun-tungkan
|
Sangat tak menguntungka
|
P
|
|aj - as|
|
> 30
|
30 - 20
|
20 - 10
|
10 - 5
|
< 5
|
T
|
|aj - as - 180|
|
|
|
|
|
|
P/T
|
F1
|
0.15
|
0.40
|
0.70
|
0.85
|
1.00
|
P
|
|bj|
|
< 20
|
20 - 30
|
30 - 35
|
35 - 45
|
> 45
|
P
|
F2
|
0.15
|
0.40
|
0.70
|
0.85
|
1.00
|
T
|
F2
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
|
|
kuat tak mudah longsor
|
|
|
|
lemah mudah longsor
|
P
|
bj - bs
|
> 10
|
10 - 0
|
0
|
0 - (-10)
|
< -10
|
T
|
bj + bs
|
< 100
|
110 - 120
|
> 120
|
|
|
P/T
|
F3
|
0
|
-6
|
-25
|
-50
|
-60
|
aj =
Arah dip kekar as = Kemiringan lereng bj = Dip kekar bs = Dip lereng
P = Longsoran bidang T = Longsoran
topling
Bobot pengatur untuk metoda penggalian,
F4 :
Lereng
alamiah = 15
Peledakan presplitting = 10
Peledakan smooth = 8
Peledakan normal = 0
Peledakan buruk = -8
Penggalian mekanis = 0
Swindells
(1985) melakukan penelitian mengenai pengaruh peledakan pada kemantapan 16
lereng di Scotlandia. Hasil penyelidikannya menunjukkan bahwa tingkat tebal
atau kedalaman kerusakan lereng dipengaruhi oleh metoda penggalian yang dipakai
(lihat Tabel 3).
Tabel
3 Bobot pengatur Swindells SMR
(Swindells, 1985)
Metoda penggalian
|
No
|
Tebal/kedalaman kerusakan
|
SMR
|
|
|
|
Selang (m)
|
Rata (m)
|
F4
|
Lereng alamiah
|
4
|
0
|
0
|
15
|
Peledakan presplitting
|
3
|
0 - 0.6
|
0.5
|
10
|
Peledakan smooth
|
2
|
2 - 4
|
3
|
8
|
Peledakan masal
|
3
|
3 - 6
|
4
|
0
|
Hasil
penyelidikan Swindell menunjukkan kesamaan umum antara tebal/kedalaman zone
kerusakan dengan faktor koreksi F4 menurut Romana.
Dari
penjelasan di atas tampak bahwa tidak ada faktor khusus untuk penentuan
kemantapan lereng menurut longsoran baji. Maka untuk menganalisis longsoran
baji adalah dengan cara menghitung RMR untuk masing-masing sistem kekar. Cara
langsung penentuan kemantapan lereng menurut longsoran baji dapat menggunakan
metoda Hoek & Bray (1981). Cara ini menggunakan analisis stereonet.
Pada
tahun 1980 Selby melakukan penelitian untuk mencari hubungan antara kekuatan
massa batuan profil singkapan dan kemiringan lereng di Antartika dan Selandia
Baru. Dia menekankan pada derajat pelapukan dan orientasi kekar untuk membuat
Klasifikasi Kekuatan Massa Geomorfik yang tujuannya untuk meramalkan kemantapan
lereng dan disebut sebagai Rock Mass Strength (RMS). Dari 300 macam massa
batuan penelitiannya menghasilkan bobot numerik maksimum untuk
parameter-parameter yang berpengaruh pada kemantapan lereng yang ditunjukkan
pada Tabel 4 dan 5, sebagai alternatif dari RMR.
Tabel
4 Bobot numerik maksimum untuk
parameter klasifikasi RMS (Selby, 1980 ).
Batuan utuh
|
20
|
18
|
14
|
10
|
5
|
Pelapukan
|
10
|
9
|
7
|
5
|
3
|
Jarak kekar
|
30
|
28
|
21
|
15
|
8
|
Orientasi kekar
|
20
|
18
|
14
|
9
|
5
|
Lebar kekar
|
7
|
6
|
5
|
4
|
2
|
Kemenerusan kekar
|
7
|
6
|
5
|
4
|
1
|
Aliran air tanah
|
6
|
5
|
4
|
3
|
1
|
|
Sangat
kuat
|
Kuat
|
Sedang
|
Lemah
|
Sangat lemah
|
Bobot total
|
100-91
|
90-71
|
70-51
|
50-26
|
<26
|
Tabel
5 Bobot dan klasifikasi
Geomorphic rock mass strength (Selby, 1980)
Kelas
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Parameter
|
Sangat kuat
|
Kuat
|
Sedang
|
Lemah
|
Sangat lemah
|
Kekuatan batu utuh
|
100 - 60
|
60 - 50
|
50 - 40
|
40 - 35
|
35 - 10
|
Schmidt hammer
|
r : 20
|
r : 18
|
r : 14
|
r : 10
|
r : 5
|
Pelapukan
|
tak lapuk
|
agak lapuk
|
lapuk
|
sangat lapuk
|
total lapuk
|
|
r : 10
|
r : 9
|
r : 7
|
r : 5
|
r : 3
|
Jarak kekar
|
> 3 m
r : 30
|
3 - 1 m
r : 28
|
1 - 0.3 m
r : 21
|
300 - 500 mm
r : 15
|
< 50 mm
r : 8
|
Orientasi kekar
|
sangat menguntung-Kan. curam searah leereng, kekar saling
kunci
|
menguntung-kan miring sedang searah lereng
|
sedang. horizontal, hampir tegak (batu keras)
|
tak menguntung-kan. sedang, miring tak searah lereng
|
sangat tak menguntung-kan. curam tak searah lereng
|
|
r : 20
|
r : 18
|
r : 14
|
r : 9
|
r : 5
|
Lebar kekar
|
< 0.1 mm
r : 7
|
0.1 - 1 mm
r : 6
|
1 - 5 mm
r : 5
|
5 - 20 mm
r : 4
|
> 20 mm
r : 2
|
Kemenerusan kekar
|
tak ada, menerus
|
beberapa menerus
|
menerus tak ada
isian
|
menerus, isian tipis
|
menerus, isian tebal
|
|
r : 7
|
r : 6
|
r : 5
|
r : 4
|
r : 1
|
Aliran air
|
kering
|
sangat kecil
|
kecil < 25 Lt/men/m2
|
sedang 25 - 125 Lt/men/m2
|
besar > 125 Lt/men/m2
|
|
r : 6
|
r : 5
|
r : 4
|
r : 3
|
r : 1
|
Bobot total
|
100 - 91
|
90 - 71
|
70 - 51
|
50 - 26
|
< 26
|
Dengan
menggunakan data Selby, Moon (1984) memasukkan garis Batas Kepercayaan
Statistik 90% pada garis regresi yang menghubungkan antara parameter sudut
lereng dan kekuatan massa batuan yang ditunjukkan pada Gambar 6.
Gambar
6 Hubungan antara sudut lereng dengan
RMS (Moon, 1984)
Dengan
menggunakan batasan bahwa RMR lebih besar dari 20 dan tinggi lereng lebih dari
20 m, Hall (1985) memberikan persamaan untuk menduga sudut lereng mantap yang
digali bagi jalur kereta api di Afrika Selatan,
Sudut
lereng = 0.65 RMR + 25
Tabel 6 Deskripsi
RMR
RMR
|
Kelas
|
Deskrpsi
|
< 20
|
V
|
Batuan sangat buruk
|
21 - 40
|
IV
|
Batuan buruk
|
41 - 60
|
III
|
Batuan sedang
|
61 - 80
|
II
|
Batuan baik
|
> 80
|
I
|
Batuan sangat baik
|
Menurut
Robertson (1988) bila RMR lebih besar dari pada 40, kemantapan lereng dikontrol
oleh orientasi dan kekuatan bidang kontak kekar. Sedangkan bila RMR lebih kecil
daripada 30 kelongsoran lereng dapat terjadi pada sembarang orientasi kekar.
Orr
(1992) menggunakan hubungan RMR dan RMS untuk membuat grafik RMR dengan sudut
lereng mantap (lihat Gambar 7). Selanjutnya dia juga membuat persamaan sudut
lereng mantap yang merupakan fungsi dari RMR, pada kondisi RMR diantara 20 dan
80.
Sudut
lereng = 35 ln (RMR) - 71
Untuk
20 < RMR < 80.
Gambar 7 Hubungan antara RMR dengan sudut lereng (Orr, 1992)
EmoticonEmoticon