Dalam
melakukan analisis kemantapan lereng diperlukan data dari lapangan maupun hasil
test laboratorium yang benar dan akurat.
Hal
ini sangat penting, karena data tersebut
akan membantu dalam memilih asumsi yang akan dipakai, metoda analisis yang
cocok dan tepat untuk kondisi yang bersangkutan dan juga untuk mendapatkan hasil
perhitungan yang benar dan teliti. Dengan demikian hasil analisis kemantapan
lereng dapat dipertanggungjawabkan.
Pengumpulan
data meliputi hal-hal seperti berikut :
1. Pengamatan/pengukuran di lapangan
2. Pengambilan contoh
3. Pencatatan yang benar
4. Pelaksanaan test (insitu/laboratorium) yang
benar
5. Pembuatan laporan (komunikasi)
Dalam
melakukan pengumpulan data untuk analisis kemantapan lereng ada dua kegiatan
yang utama yaitu :
1. Pengumpulan data geometri
2. Pengumpulan data geologi
Secara
lebih lengkap dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Pengumpulan
data geometri
Geometri lereng merupakan salah satu
komponen yang penting dalam analisis kemantapan lereng, baik sebagai suatu
parameter (pembatas) yang diketahui, misalnya untuk lereng-lereng alami,
lereng-lereng yang sudah ada dan akan dievaluasi kemantapannya (pada jalan
raya, bukaan tambang, dll.) maupun sebagai suatu parameter yang dicari (dalam
perencanaan tambang terbuka/lereng baru).
Dalam hal lereng alami, maka yang penting
untuk diamati dan diukur adalah morfologi/topografi alami yang ada di daerah
yang bersangkutan. Umumnya lereng-lereng alami mempunyai suatu kondisi
kemantapan yang baik tetapi mendekati keadaan kesetimbangan; sehingga apabila
suatu lereng alami (terutama pada tanah) mendapatkan sedikit gangguan akan
mudah sekali longsor.
Sedangkan untuk lereng-lereng buatan, di
mana geometri lereng sudah
direncanakan (banyak juga yang asal dipotong) pengecekan kemantapannya perlu
dilakukan, karena mungkin sudah terjadi perubahan-perubahan pada kondisi
geologinya (air tanah, pelapukan, dll.).
Untuk itu geometri lereng pada saat ini
juga perlu diukur lagi. Demikian juga untuk lereng-lereng yang baru longsor
atau yang terbentuk karena longsoran baru.
Pengukuran geometri lereng dapat dilakukan
dengan berbagai cara, dari yang sangat sederhana seperti "line and
compass", yaitu mengukur geomtri lereng hanya dengan meteran tali/pita dan
kompas atau clinometer, sampai dengan memakai cara yang canggih "Global
Positioning System" (GPS) yang memanfaatkan satelit. Semua cara pengukuran
tersebut dapat dilakukan sesuai dengan ketelitian yang diinginkan,
batasan-batasan waktu dan dana serta peralatan yang ada, tentu saja harus
sesuai pula dengan kepentingan dan resiko yang mungkin terjadi.
Selain pengukuran geometri lereng, yang
langsung berhubungan dengan proses analisis kemantapan lereng, pengukuran untuk
membuat peta topografi untuk daerah yang bersangkutan juga sangat penting. Hal
ini terutama dilakukan pada lokasi-lokasi yang belum mempunyai peta topografi.
Peta topografi tersebut diperlukan untuk pemetaan/ pengumpulan data geologi di
daerah yang bersangkutan, sebab tanpa peta dasar (peta topografi) pemetaan
geologi tidak akan bisa dilakukan.
Untuk tambang-tambang yang sudah berjalan
pemetaan topografi ini mungkin tidak diperlukan lagi, karena tentunya peta
tersebut sudah tersedia (kecuali pada daerah yang baru longsor yang harus
dikoreksi lagi). Hal yang sangat penting dalam peta topografi tersebut adalah
skala peta. Untuk tambang-tambang (open pit) skala yang umum adalah 1 : 1.000, tetapi ada juga yang
lebih besar (1: 500). Pada lokasi longsoran skala peta harus lebih besar lagi,
sampai 1 : 50, karena itu umumnya perlu dilakukan pengukuran lagi di daerah longsoran dan sekitarnya.
2. Pengumpulan
data geologi
Data geologi yang diperlukan untuk analisis
kemantapan lereng berbeda dengan data geologi yang diperlukan untuk suatu
explorasi mineral atau tujuan-tujuan geoteknik yang lain, meskipun banyak pula
parameter- parameter yang sama. Cara pengumpulan data geologi untuk tujuan
inipun sebenarnya sama dengan untuk tujuan-tujuan lainnya, hanya penekanannya
saja yang berbeda karena gaya-gaya yang bekerja, proses terjadinya longsoran
dan asumsi-asumsi yang dipakai dalam analisis kemantapan lereng ini berbeda.
Sesuai
dengan kemajuan teknologi analisis yang ada maka parameter-parameter penting
dalam analisis kemantapan lereng adalah sebagai berikut :
1. Jenis
material
Di sini perlu diketahui dengan baik apa
jenis material yang terlibat pada proses longsoran tersebut. Longsoran yang
terjadi pada tanah berbeda dengan yang terjadi pada batuan keras (rock),
demikian pula untuk batuan utuh (intact rock) dan massa batuan yang (rock
mass). Jenis dari tanah maupun batuan yang terlibatpun akan memberikan
parameter-parameter yang berbeda pula. Untuk itu dalam pengumpulan data, perlu
didapatkan data sebagai berikut :
a. Jenis
batuan : - tanah
(hasil pelapukan/hasil sedimentasi)
- batu
(intact/rock mass)
b. Penyebaran
batuan : - batas penyebaran (lateral
& vertikal)
c. Parameter-parameter
: - sifat fisik (g, w, ukuran butir, dll.)
- sifat mekanik (sC, c, f, dll.)
2. Struktur
Macam-macam
struktur yang openting dalam hubungannya dengan penambangan adalah :
1. Bidang
perlapisan pada batuan sedimen
2. Bidang
ketidak selarasan pada batuan sedimen
3. Batas-batas
intrusi batuan beku (sill, kerak, batolit dll)
4. Bidang
sesar 9fault plane) pada berbagai jenis batuan yang mengalaminya
5. Perlipatan
batuan sedimen akibat gaya endogen (antiklin-sinklin)
6. Sistem
kekar (joint system) pada segala batuan
7. Foliasi
pada batuan metomorf.
Dalam beberapa hal, terutama dengan
pembentukan cadangan mineral/bahan tambang, struktur ini sangat membantu, yaitu
struktur-struktur yang terbentuk sebelum atau bersamaan dengan pembentukan
cadangan mineral seperti pada intrusi melalui zona sesar (mineral-mineral
silfida Cu, Zn, Pb, Sn dan Ag) atau pada cadangan-cadangan sekunder termasuk
batubata.
Tetapi struktur sesar atau perlipatan yang
terjadi sesudah pembentukan cadangan mineral, justru akan mempersulit proses
eksplorasi maupun exploitasi (apalagi kalau sudah diikuti oleh erosi yang kuat
dan pengendapan kembali) karena mengakibatkan perpindahan badan bijih.
Masalah
lain yang muncul sebagai akibat
adanya struktur tersebut adalah :
1. berkurangnya
kekuatan/kemantapan batuan
2. mempercepat
proses pelapukan.
Sehingga dapat menimbulkan masalah-masalah
pada pembuatan jenjang/ lereng tambang (terbuka) atau pembuatan bukaan pada
tambang bawah tanah. Struktur juga berpengaruh terhadap pekerjaan sipil lainnya
(bangunan, jalan raya, dll).
Struktur juga mempunyai arti yang sangat
penting pada kondisi hidrogeologi suatu daerah, yaitu dengan adanya sistem
kekar, sinklin, antiklin, sesar, bidang perlapisan dll.
Untuk batuan keras, di mana pendekatan-pendekatan dengan anggapan bahwa
batuan tersebar secara kontinu (menerus) tidak selalu dapat diterapkan, karena
di alam umumnya batuan tidak berada dalam keadaan utuh, tetapi mempunyai
bidang-bidang lemah atau bidang diskontinyu (sesar, bidang perlapisan, kekar).
Untuk itu data mengenai kondisi struktur
tersebut harus diketahui dengan baik, yaitu :
a. Jenis
bidang diskontinyu : - sesar
- bidang perlapisan
- kekar
b. Penyebaran
bidang diskontinyu : - pada daerah yang
luas
- setempat (lokal)
- jelas/berupa suatu zona
- pada batuan tertentu/merata
- tektonik/fisik.
c. Orientasi
bidang diskontinyu : - jurus &
kemiringan
- arah pertumbuhan (joint set)
d. Parameter
lain : -
bukaan rongga
- material pengisi rongga
-
sifat mekanis material pengisi/bidang lemah (Cr. fr)
-
kondisi air tanah pada rongga.
3. Kondisi
air tanah
Air tanah merupakan faktor yang sangat
penting dalam kemantapan lereng, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Secara langsung berat air tanah, dalam hal ini dinyatakan sebagai bobot isi air
(gw),
dapat memberikan tambahan beban yang besar pada lereng (hidrostatik).
Air tanah yang terdapat pada
rongga-rongga/retakan pada lereng juga memberikan tekanan dinamik (lateral)
yang berarti bagi kemantapan lereng. Sedangkan secara tidak langsung
terdapatnya air tanah dalam jangka waktu yang lama dapat mengubah kekuatan
batuan karena mempercepat proses pelapukan.
Air yang terdapat pada tanah sebagai bagian
dari kelembaban (moisture) akan mempengaruhi bobot isi (alami) dari tanah yang
bersangkutan.
Untuk itu hal yang penting diketahui
mengenai kondisi air tanah adalah :
a. Penyebaran
tinggi muka air tanah.
b. Pola
aliran air tanah.
c. Permeabilitas
batuan/tanah.
d. (Kimia
air tanah).
Cara pengamatan/pengukuran kondisi air
tanah yang dilakukan dengan bermacam cara antara lain :
a. Pemetaan
mata air dan rembesan.
b. Pengukuran
m.a.t. pada sumur-sumur yang ada/dibuat untuk itu.
c. Pemasangan
pisometer (sekalian untuk monitoring).
d. Test
permeabilitas (insitu/laboratorium).
Pemetaan Litologi
Dalam
pemetaan litologi untuk keperluan analisis kemantapan lereng, pertama-tama yang
dilakukan adalah mengenal apakah jenis material yang ada di daerah kerja
tersebut (di sekitar lereng/longsoran). Apakah materialnya berupa tanah atau
batu ?. Tanah hasil pelapukan maupun hasil sedimentasi yang belum
terkonsolidasi mudah dikenal di lapangan, demikian pula batu (rock) baik batuan
beku, batuan sedimen maupun batuan metamorf yang masih segar. Yang sulit adalah untuk
menetapkan posisi batuan yang dalam keadaan mulai lapuk/setengah lapuk.
Di
dalam literatur dikenal pembagian/klasifikasi pelapukan yang sering dipakai
yaitu :
-
batuan segar (fresh)
-
batuan agak lapuk (slightly weathered)
-
batuan lapuk sedang (moderately weathered)
-
batuan lapuk (weathered)
-
batuan sangat lapuk (completely weathered).
Tetapi
klasifikasi tersebut di atas sifatnya sangat kualitatif dan penilaiannya sangat
subyektif dan sangat tergantung pada keahlian orang yang menerimanya. Untuk
batuan yang berada pada keadaan lapuk atau agak lapuk adalah sangat sulit untuk
memastikannya sebagai tanah atau batu. Tetapi karena kemantapan suatu lereng
lebih ditentukan oleh kondisi terlemahnya, maka adalah lebih aman
apabila dimasukkan ke dalam klasifikasi sebagai tanah. Cara menetapkan yang
lebih baik adalah dengan cara menentukan harga "uniaxial compresive
strength" nya, di mana harga UCS £ 1.0 MPa didefinisikan sebagai tanah
(Deere, dll.). Karena itu penetapan di lapangan sebaiknya
dikoreksi/dikonfirmasikan dengan hasil test laboratorium.
Hal
kedua yang penting adalah menetapkan batas litologi, baik dalam arah vertikal
maupun lateral. Dengan demikian bisa diketahui seberapa jauh pengaruh dari
masing-masing jenis tanah terhadap kemantapan lereng yang terbentuk di daerah
tersebut.
Setiap
jenis tanah atau batuan (clay sand, organic clay, andesit, granit, dll.)
mempunyai sifat-sifat fisik dan mekanik yang berbeda, sehingga dalam analisis
nantinya dapat pula dibedakan perhitungannya. Demikian pula pengaruhnya
terhadap kandungan air tanah/tekanan pori, untuk pasir misalnya, tekanan pori
harus diperhitungkan dengan baik sedangkan untuk lempung yang kedap air tekanan
pori dapat diabaikan meskipun bobot isinya tentunya lebih tinggi sebagai akibat
kehadiran air tersebut. Keadaan yang lebih rumit bisa terjadi bila ternyata
terdapat selang seling antara tanah yang kedap air (lempung) dengan tanah yang
lulus air (pasir), sehingga memungkinkan adanya tekanan air yang berbeda (confined water pressure).
Penyebaran
lareral perlu diperhatikan terutama apabila longsoran (mungkin) terjadi pada
daerah yang luas dan melibatkan beberapa jenis material yang ada di dalamnya.
Hasil
dari pemetaan ini adalah peta geologi (dengan penjelasannya) yang diplot pada
peta dasar (topografi) yang sudah ada. Cara lain yang praktis, terutama untuk
daerah yang sudah longsor, adalah pemetaan dengan cara "plane table"
di mana pengukuran geometri/topografi dilakukan bersama-sama dengan pemetaan
geologi (litologi, struktur & hidrogeologi).
Di
dalam pemetaan ini dilakukan juga sampling (pengambilan contoh tanah/batu)
untuk test laboratorium. Contoh dapat diambil di permukaan atau di bawah
permukaan (dengan test pit atau pemboran) dan dalam bentuk contoh tak terganggu
(undisturbed sample).
Yang
dimaksud contoh tanah tak terganggu adalah contoh yang diambil sedemikian rupa
sehingga struktur dalam tanah/batuan tersebut termasuk kandungan airnya tidak
berubah sampai dengan dilakukan test di laboratorium.
Apabila
diperlukan dapat pula dilakukan test insitu untuk mendapatkan parameter-parameter yang
diperlukan.
Pemetaan Struktur
Pemetaan
struktur di sini lebih ditekankan pada struktur minor yang berupa sistem kekar (dan
bidang perlapisan bila lapisannya tipis-tipis) yang ada pada batuan (massa
batuan).
Tujuan
dari pemetaan struktur ini adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai orientasi
(strike/dip) dan distribusi dari sistem bidang lemah yang ada. Pengetahuan akan
kondisi (orientasi, kerapatan dan distribusi) struktur tersebut akan membantu
dalam menentukan metoda analisis kemantapan lereng yang akan diterapkan, serta
membantu dalam merencanakan geometri lereng, pola bukaan tambang maupun metoda
penguatan lereng.
Struktur/bidang
lemah yang tersebar merata (orientasi maupun letaknya) dengan jarak yang
relatif rapat memberikan suatu pola/bentuk longsoran yang berbeda, meskipun
terjadi pada batuan yang kuat.
Dalam
keadaan seperti di atas longsoran yang terjadi lebih seperti longsoran pada
tanah, yaitu berupa longsoran busur (circular failure), terutama kalau bagian
di sekitar bidang lemahnya sudah mulai
lapuk.
Sedangkan
untuk batuan/daerah yang mempunyai struktur/bidang lemah dengan orientasi
dominan tertentu (mungkin) akan menghasilkan longsoran bidang (plane failure),
longsoran baji (wedge failure) atau longsoran guling (toppling).
Pengukuran
oorientasi struktur dilakukan dengan alat kompas geologi dengan suatu pola/cara
tertentu sehingga dapat mewakili populasi struktur yang ada dan tidak terjadi
pengulangan pengukuran. Untuk menghindarkan pengulangan tersebut pengukuran
harus dilakukan mengikuti garis-garis lurus yang jaraknya diusahakan lebih
besar dari persistensi kekarnya.
Untuk
mendapatkan data pengukuran struktur di lapangan umumnya tidak mudah, karena
(biasanya) tidak banyak bagian dari batuan/struktur tersebut yang tersingkap.
Hal ini mengakibatkan tidak semua struktur yang ada bisa diamati dan diukur
orientasinya. Pengukuran yang baik umumnya bisa dilakukan pada tebing yang
curam, di mana pelaksanaannya secara teknis lebih sulit dilakukan.
Untuk
mendapatkan gambaran keadaan struktur suatu daerah diperlukan pengukuran yang
cukup banyak. Jumlah dari pengukuran tersebut
sangat bervariasi mulai dari beberapa ratus (100-400) atau malahan
kdang-kadang perlu lebih dari 2.000 pengukuran.
Hal
yang perlu diperhatikan juga adalah untuk memilah (membedakan) antara
bidang-bidang lemah yang berupa sesar dan bidang perlapisan dari sistem kekar.
Pengambilan Contoh (Sampling)
Dalam
pekerjaan geoteknik pengambilan contoh batuan (sampling) merupakan salah satu
bagian yang sangat penting. Sampling dilakukan dalam rangka mendapatkan
data/parameter-parameter baik yang berupa sifat-sifat fisik maupun sifat-sifat
mekanik batuan di laboratorium. Parameter-parameter yang diperoleh dari test
laboratorium tersebut harus tetap mewakili keadaan sebenarnya di lapangan.
Karena itu dalam pengambilannya harus diikuti suatu prosedur tertentu sehingga
contoh yang diambil tidak terganggu (undisturbed) dan mewakili batuan di
lapangan (posisi, kedalaman, penyebaran dan jumlah).
Yang
dimaksud dengan undisturbed sample
adalah contoh tanah/batuan yang tetap dalam keadaan semula, artinya tidak
terganggu baik susunan, struktur dalam maupun kandungan airnya. Karena itu
segera setelah contoh diambil harus langsung dilindungi dari
pengeringan/penguapan air, dilindungi dari goncangan dll.
Untuk
mencegah terjadinya perubahan struktur dalam contoh, maka diusahakan contoh
langsung masuk ke dalam suatu wadah yang kuat dan tegar (tidak mudah mengalami
deformasi) dari bahan-bahan yang terpilih (kotak baja, tabung baja atau palstik
tebal), terutama untuk contoh tanah atau batuan lapuk.
Selain
itu proses pengambilan (pemotongannya) juga harus dilakukan dengan baik dan
hati-hati.
Sedangkan
untuk mencegah penguapan, segera setelah contoh terlepas dari tempatnya
dilakukan perlindungan penguapan dengan cara menutup bagian terbukanya dengan
lilin panas (wax).
Selanjutnya
contoh-contoh tersebut harus diberi label yang menyatakan lokasi kedalaman,
jenis tanah, tanggal pengambilan dan nomor kode. Catatan tersebut juga harus
ada pada lagban atau catatan lapangan, di mana dijelaskan juga cara pengambilan
serta petugas yang bersangkutan.
Contoh-contoh
undisturbed harus diperlakukan dengan hati-hati, jangan sampai jatuh, mengalami
goncangan dll, sehingga dalam transportasi pun harus terlindung dari goncangan
yang dapat merusak struktur aslinya.
Cara
pengambilan contoh tak terganggu antara lain adalah :
1. Pada pemboran inti, untuk tanah harus dipakai
tabung contoh khusus (thin walled
sampler/shelby tube), yang dalam pengambilannya rod tidak boleh diputar dan
tabung ditekan pelan-pelan.
Untuk batuan keras (rock), dengan diambil core biasa tetapi harus segera dimasukkan ke
dalam tabung (puc) dan ditutup lilin.
2. Pada test pit atau galian lainnya contoh
umunya diambil dalam bentuk blok 30 x 30 x 30 cm3 atau lebih dan dimasukkan ke dalam wadah yang
berat dan tegar (kotak besi) serta ditutup dengan lilin pada bagian-bagian
terbukanya.
Penyajian Data Struktur
Hasil
pengukuran struktur/bidang lemah pada lereng atau calon lereng mempunyai arti
yang sangat penting dalam analisis kemantapan lereng. Pertama, hasil pengukuran
tersebut dipakai untuk menentukan metode analisis yang tepat, kedua hasil
tersebut juga dipakai untuk perhitungan analisis kemantapan lereng secara
langsung (metoda grafis).
Untuk
itu hasil pengukuran struktur di lapangan yang jumlahnya ratusan sampai ribuan
tersebut harus disederhanakan, sehingga dapat memberikan arti/mudah
diinterpretasi atau diolah lebih lanjut. Hasil pengukuran yang berupa jurus
& kemiringan (strike & dip)
atau dip direction di plot pada
strereo net (Equatorial equal area stereo
net/Schmidt net atau Polar equal area
stereo net).
Sedangkan
cara menggambarkan bidang-bidang tersebut pada stereo net dijelaskan di bagian
belakang ini.
*
Cara memplot suatu bidang lemah pada Schmidt-net :
Misalnya
bidang lemah tersebut mempunyai orientasi N 400 E/500.
I. Kertas transparan (kalkir) diletakkan di
atas Schmidt-net dan diletakkan sedemikian rupa sehingga dapat berputar pada
pusat yang tetap.
Berikan tanda untuk titik utama (N) dan
ukur 1300 searah jarum jam lalu beri tanda (400 + 900 = arah
kemiringan).
II. Putar kertas transparan dengan sumbu pusat
lingkaran sampai arah kemiringannya pada arah E-W (400 berlawanan dengan jarum jam).
Ukur 500 dari arah luar lingkaran (sudut kemiringan)
dan gambarkan busur besarnya.
Kutub dari bidang tersebut didapat dengan
menambahkan 900 melewati pusat lingkaran.
III. Kembalikan posisi N ke tempat semula, maka akan
terlihat proyeksi bidang lemah tersebut pada Schmidt-net (n 400 E/500 atau dip
direction N 1300 E/500) beserta kutubnya.
* Cara menentukan garis potong dua buah bidang.
Dua
bidang tersebut adalah N 400E/500 dan N 1600E/300.
I. Dengan cara yang sama seperti di atas
gambarkan proyeksi kedua bidang lemah tersebut.
II. Putar kertas trasparan sampai titik potong
ke dua lingkaran besarnya berada pada garis W - E, dan hitung besarnya sudut
(plunge) dari luar lingkaran. (Di sini = 20,50)
III. Kembalikan posisi N ke tempat semula, buat
garis dari pusat lingkaran ke titik potong lingkaran besar. Ukur arah garis
potongnya dan N searah jarum jam. (Di sini = 200,50)
*
Cara menentukan besarnya sudut antara
dua garis.
Dua garis
mempunyai arah dan plunge sebagai berikut : N 2400E/540 dan N 1400E/400.
I. Gambar titik-titik A & B yang merupakan
kutub dip ke dua garis di atas dengan cara yang sama.
II. Putar kertas transparan sampai titik A &
B terletak pada satu lingkaran besar dan hitung besarnya sudut antara A & B
tersebut.
* Cara lain untuk mendapatkan garis potong
antara dua bidang lemah.
Misalnya
bidang-bidang N 400E/500 dan N 1600E/300
I. Gambarkan kutub ke dua bidang tersebut (A
& B).
II. Putar kertas transparan sampai ke dua kutub (A 7 B) terletak pada satu lingkaran
besar dan gambar lingkaran besar tersebut pada kertas transparan.
Tentukan kutub dari lingkaran besar
tersebut (P) (Dari garis + 900 lewat
pusat lingkaran).
III. Garis potong dan ke dua bidang tersebut
adalah garis yang melalui pusat lingkaran dan kutub P. Untuk menentukan
arahnya, harus balikan N ke tempat semula, dan buat garis antara pusat dengan P
dan ukur arahnya dari N searah jarum jam.
Jenis Longsoran dan Klasifikasi
Longsoran
Longsoran
yang terjadi pada tanah mempunyai mekanisme dan bentuk/ geometri yang berbeda
dengan pada batuan keras (intact rock & rock mass).
Longsoran
pada tanah diasumsikan terjadi pada suatu massa tanah yang homogen dan kontinu,
sehingga bentuk/geometri dari longsoran tersebut berupa busur lingkaran atau
paling tidak mendekati/dapat dianggap sebagai busur lingkaran. Dalam hal ini
parameter-parameter sifat fisik maupun sifat mekanik tanah dianggap sama dan
merata di semua bagian tubuh tanah tersebut.
Sedangkan
pada batuan keras, untuk batuan yang utuh (intact) sifatnya juga homogen
dan kontinyu seperti pada tanah, tetapi
karena batuan utuh tersebut sangat kuat maka umunya tidak ada masalah mengenai
kemantapan lerengnya.
Masalah
kemantapan lereng akan muncul apabila
batuan keras tersebut mempunyai bidang-bidang lemah (discontinuities) atau
disebut juga sebagai massa batuan (rock mass).
Pada
batuan ini jenis longsoran yang terjadi bisa bermacam-macam yaitu :
1. Longsoran bidang (plane failure)
2. Longsoran baji (wedge failure)
3. Longsoran guling (toppling)
Yang
umumnya mengikuti pola bidang lemah yang ada.
Tetapi
pada massa batuan seperti tersebut di atas dapat juga terjadi longsoran dengan
tipe longsoran busur (dianggap mempunyai geometri longsoran busur), yaitu
apabila bidang-bidang lemah yang ada (sistem kekar) sanngat rapat dan mempunyai
orientasi yang beragam serta tersebar merata di seluruh daerah yang
bersangkutan.
Untuk
melihat kemungkinan tipe longsoran yang terjadi pada massa batuan, maka hasil
pengukuran bidang-bidang lemah yang dilakukan di lapangan harus dianalisis
secara strereografis sehingga didapatkan petunjuk-petunjuk mengenai tipe
longsoran yang mungkin terjadi. Dengan demikian maka metoda analisis yang akan
diterapkan dapat dipilih dengan tepat.
Di
bawah ini adalah uraian singkat mengenai hasil evaluasi analisis strereografis
yang dimaksud.
Longsoran
yang terjadi di alam berdasarkan tipe gerakan dan tipe materialnya dapat
diklasifikasikan sebagai yang terdapat pada tabel berikut ini (Varmes, 1978;
Djoko Santosa, 1990).
EmoticonEmoticon